BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penderita
dengan kelainan hormon paratiroid, tidak tampak jelas pada kehidupan
sehari-hari. Kebanyakan pasien dengan kelainan hormon paratiroid mengalami
gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat. Adapun penyakit yang disebabkan
oleh kelainan hormon paratiroid yakni hipoparatiroid dan hiperparatiroid.
Penyebab kelainan hormon paratiroid sendiri secara spesifik belum diketahui,
namun penyebab yang biasa ditemukan yakni hiperplasia paratiroid, adenoma
soliter dan karsinoma paratiroid. Parathormon yang meningkat menyebabkan
resorpsi tulang, ekskresi ginjal menurun dan absorpsi kalsium oleh usus
meningkat. Pada keadaan ini dapat menyebabkan peningkatan sekresi kalsium
sehingga manifestasi klinis yang terjadi pada kerusakan pada area tulang dan
ginjal.Prevalensi penyakit hipoparatiroid di Indonesia jarang ditemukan.
Kira-kira 100 kasus dalam.
Setahun
yang dapat diketahui, sedangkan di negara maju seperti Amerika Serikat
penderita penyakit hipoparatiroid lebih banyak ditemukan, kurang lebih 1000
kasus dalam setahun. Pada Wanita mempunyai resiko untuk terkena
hipoparatiroidisme lebih besar dari pria. Prevalensi penyakit hiperparatiroid
di Indonesia kurang lebih 1000 orang tiap tahunnya. Wanita yang berumur 50
tahun keatas mempunyai resiko yang lebih besar 2 kali dari pria.
Di
Amerika Serikat sekitar 100.000 orang diketahui terkena penyakit
hiperparatiroid tiap tahun. Perbandingan wanita dan pria sekitar 2 banding 1.
Pada wanita yang berumur 60 tahun keatas sekitar 2 dari 10.000 bisa terkena
hiperparatiroidisme. Hiperparatiroidisme primer merupakan salah satu dari 2
penyebab tersering hiperkalsemia; penyebab yang lain adalah keganasan. Kelainan
ini dapat terjadi pada semua usia tetapi yang tersering adalah pada dekade ke-6
dan wanita lebih serinbg 3 kali dibandingkan laki-laki. Insidensnya mencapai
1:500-1000. Bila timbul pada anak-anak harus dipikirkan kemungkinan
endokrinopati genetik seperti neoplasia endokrin multipel tipe I dan II.
Kelenjar
paratiroid berfungsi mensekresi parathormon (PTH), senyawa yang membantu
memelihara keseimbangan dari kalsium dan phosphorus dalam tubuh. Oleh karena
itu yang terpenting hormon paratiroid penting sekali dalam pengaturan kadar
kalsium dalam tubuh sesorang. Dengan mengetahui fungsi dan komplikasi yang
dapat terjadi pada kelainan atau gangguan pada kelenjar paratiroid ini maka
perawat dianjurkan untuk lebih peka dan teliti dalam mengumpulkan data
pengkajian awal dan menganalisa suatu respon tubuh pasien terhadap penyakit,
sehingga kelainan pada kelenjar paratiroid tidak semakin berat.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah
pengertian hiperparatiroid?
2. Apa
etiologi hiperparatiroid?
3. Bagaimana
patofisiologi hiperparatiroid?
4. Bagaimana
manifestasi klinik hiperparatiroid?
5. Apa
pemeriksaan diagnosk hiperparatiroid?
6. Komplikasi
apa saja yg bisa terjadi pada penderita hiperparatiroid?
7. Bagaimana
penatalaksanaan hiperparatiroid?
8. Bagaimana
konsep dasar asuhan keperawatan hiperparatiroid?
C. Tujuan
1. Memahami
pengertian hiperparatiroid
2. Mampu
memahami etiologi hiperparatiroid
3. Memahami
patofisiologi hiperparatiroid
4. Mampu
memahami manifestasi klinik hiperparatiroid
5. Mampu
memahami pemeriksaan diagnosk hiperparatiroid
6. Mampu
memahami komplikasi hiperparatiroid
7. Mampu
memahami penatalaksanaan hiperparatiroid
8. Mampu
memahami konsep dasar asuhan keperawatan hiperparatiroid
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan fisiologi kelenjar paratiroid
1. Anatomi
Kelenjar Paratiroid
a.
Kelenjar paratiroid adalah empat
organ kecil, masing-masing berukuran sebesar biji apel, terletak pada permukaan
posterior kelenjar tiroid dan dipisahkan dari kelenjar tiroid oleh
kapsul-kapsul jaringan ikat.
b.
Dari sisi histologi, ada dua jenis
sel dalam kelenjar partiroid: sel utama, yang mensekresi hormon paratirod
(PTH), dan sel oksifilik, yang merupakan tahap perkembangan sel chief.
2. Fisiologi kelenjar paratiroid
a. PTH
mengendalikan keseimbangan kalsium dan fosfat dalam tubuh melalui peningkatan
kadar kalsium darah dan penurunan kadar fosfat darah.
1) Ion
kalsium sangat penting untuk pembentukan tulang dan gigi, koagulasi darah,
kontraksi otot, permeabilitas membran sel, dan kemampuan eksibilitas
neuromuskular yang normal.
2) Ion
fosfat sngat penting untuk metabolisme selular, sistem buffer sam-basa tubuh,
juga sebagai komponen nukleotida dan membran sel.
b. PTH
meningkatkan kadar kalsium darah melalui tiga mekanisme.
1) PTH
menstimulasi aktivitas osteoklas (sel penghancur tulang). Sehingga menyebabkan
pengeluran kalsium dari tulang ke cairan ekstraselular.
2) PTH
secara tidak langsung meningkatkan absorpsi kalsium intestinal dan mengurangi
kehilngan kalsium dlam feses. Hormon ini berfungsi untuk mengaktivasi vitamin
D. yng diperlukan untuk mengabsorbsi kalsium dari makanan.
3) PTH
menstimulasi reabsorbsi kalsium dari tubulus ginjal untuk mengganti fosfor,
sehingga menurunkan kehilangan ion kalsium dalam urine dan meningkatkan kadar
kalsium darah.
B.
Definsi
Hiperparatiroid adalah suatu keadaan
dimana kelenjar-kelenjar paratiroid memproduksi lebih banyak hormon paratiroid
dari biasanya. Pada pasien dengan hiperparatiroid, satu dari keempat kelenjar
paratiroid yang tidak normal dapat membuat kadar hormon paratiroid tinggi tanpa
mempedulikan kadar kalsium. dengan kata lain satu dari keempat terus mensekresi
hormon paratiroid yang banyak walaupun kadar kalsium dalam darah normal atau
meningkat.
Hiperparatiroidisme
adalah karakter penyakit yang disebabkan kelebihan sekresi hormone paratiroid,
hormon asam amino polipeptida. Sekresi hormon paratiroid diatur secara langsung
oleh konsentrasi cairan ion kalsium. Efek utama dari hormon paratiroid adalah
meningkatkan konsentrasi cairan kalsium dengan meningkatkan pelepasan kalsium
dan fosfat dari matriks tulang, meningkatkan penyerapan kalsium oleh ginjal,
dan meningkatkan produksi ginjal. Hiperparatiroidisme biasanya terbagi menjadi
primer, sekunder dan tersier
C.
Klasifikasi
1. Primary
hiperparathyroidism (hiperparatiroidisme primer)
Kebanyakan
pasien yang menderita hiperparatiroidisme primer mempunyai konsentrasi serum
hormon paratiroid yang tinggi. Kebanyakan juga mempunyai konsentrasi serum
kalsium yang tinggi, dan bahkan juga konsentrasi serum ion kalsium yang juga
tinggi. Tes diagnostik yang paling penting untuk kelainan ini adalah menghitung
serum hormon paratiroid dan ion kalsium.
Penderita
hiperparatiroid primer mengalami peningkatan resiko terjangkit batu ginjal
sejak 10 tahun sebelum didiagnosis. Pengangkatan paratiroid mereduksi resiko
batu ginjal hingga 8.3%, dan bahkan setelah 10 tahun sejak pengangkatan, resiko
menjadi hilang.
2. Hiperparatiroidisme
sekunder
Hiperparatiroidisme
sekunder adalah produksi hormon paratiroid yang berlebihan karena rangsangan
produksi yang tidak normal. Secara khusus, kelainan ini berkitan dengan gagal
ginjal akut. Penyebab umum lainnya karena kekurangan vitamin D. (Lawrence Kim,
MD, 2005, section 5)
Hipersekresi
hormon paratiroid pada hiperparatiroidisme sekunder sebagai respons terhadap
penurunan kadar kalsium terionisasi didalam serum. (Clivge R. Taylor, 2005,
780)
Hiperparatiroidisme
sekunder adalah hiperplasia kompensatorik keempat kelenjar yang bertujuan untuk
mengoreksi penurunan kadar kalsium serum. Pada sebagian besar kasus, kadar
kalsium serum dikoreksi ke nilai normal, tetapi tidak mengalami peningkatan.
Kadang-kadang, terjadi overkoreksi dan kadar kalsium serum melebihi normal;
pasien kemudian dapat mengalami gejala hiperkalsemia.
3. Hyperparathyroidism
tersier (hiperparatiroidisme tersier)
Hiperparatiroidisme
tersier adalah perkembangan dari hiperparatiroidisme sekunder yang telah
diderita lama. Penyakit hiperparatiroidisme tersier ini ditandai dengan
perkembangan hipersekresi hormon paratiroid karena hiperkalsemia.
D.
Etiologi
1. Primer (sekresi
PTH tidak sesuai )
a. Adenoma
(tersering > 80 %)
Kira-kira
85% dari kasus hiperparatiroid primer disebabkan oleh adenoma tunggal. Sedangkan
15% lainnya melibatkan berbagai kelenjar (contoh berbagai adenoma atau
hyperplasia).
b. Sedikit
kasus hiperparatiroidisme utama disebabkan oleh paratiroid karsinoma.
c. Hiperplasi
Etiologi
dari adenoma dan hyperplasia pada kebanyakan kasus tidak diketahui. Kasus
keluarga dapat terjadi baik sebagai bagian dari berbagai sindrom endrokin
neoplasia, syndrome hiperparatiroid tumor atau hiperparatiroidisme turunan.
Familial hypocalcuric dan hypercalcemia dan neonatal severe hyperparathyroidism
juga termasuk kedalam kategori ini.
2. Sekunder (sekresi
PTH sesuai)
a. Gagal
ginjal kronik
b. Malabsorbsi
c. Kelainan
gastrointestinal
d. Kelainan
hepatobilier
e. Penyebab
lain dari hipokalsemi
f. Hiperpospatemia,
berperan penting dalam perkembangan hyperplasia paratiroid yang akhirnya akan
meningkatkan produksi hormon paratiroid.
3. Tersier (sekresi
PTH autonom ditambah dengan hiperparatiroid sekunder terdahulu)
a. Penyebabnya
masih belum diketahui. Perubahan mungkin terjadi pada titik pengatur mekanisme
kalsium pada level hiperkalsemik.
b. Hipernefroma
c. Karsinoma
sel skuamuosa paru
E.
Manifestasi
klinik
1. Hiperparatiroidisme Primer
a) Sebagai
akibat hiperkalsemia yang gejalanya berupa anoreksia, nausea, muntah-muntah,
konstipasi dan berat badan menurun, lekas lelah dan otot-otot lemah, miopati
proksimal, polidipsi dan poliuria (diabetes insipidus like syndrome), perubahan
mental (depresi, stupor, perubahan personalitas, koma, konvulsi).
b) Sebagai
akibat kalsifikasi visceral, kalsifikasi pada ginjal berupa kalkuli,
nefrokalsinosis. Kalsifikasi ocular terjadi karena deposit kalsium pada
konjungtiva dan kelopak mata, band keratopathy.
c) Sebagai
akibat peningkatan resorbsi tulang, nyeri tulang dan deformitas, fraktur
patologis, osteoklastoma dan perubahan gambaran tulang pada foto x-ray.
d) Sebagai akibat hipertensi, gagal
ginjal, ulkus peptic, sindrom Zollinger Ellison, pankreatitis akut,
pankreatitis menahun dan kalkuli, multiple adenomatosis syndrome,
hiperurisemia, gout. Apabila ditemukan gambaran klinis, seperti tersebut di
atas, maka harus curiga akan kemungkinan hiperpatiroidisme.
2. Hiperparatiroidisme Sekunder
Hiperparatiroidisme
sekunder biasanya disertai dengan penurunan kadar kalsium serum yang normal
atau sedikit menurun dengan kadar PTH tinggi dan fosfat serum rendah. Perubahan
tulang disebabkan oleh konsentrasi PTH yang tinggi sama dengan pada
hiperparatiroidisme primer. Beberapa pasien menunjukkan kadar kalsium serum
tinggi dan dapat mengalami semua komplikasi ginjal, vaskular, neurologik yang
disebabkan oleh hiperkalsemia.
3. HiperparatiroidismeTertier
Manifestasi
klinis dari hiperparatiroidisme tersier meliputi hiperparatiroidisme yang kebal
setelah pencangkokan ginjal atau hiperkalsemia baru pada hiperparatiroidisme
sekunder akut.
Secara umum, adapun tanda dan gejala
dari hipertiroidisme, yaitu:
- Gejala apatis
- keluhan mudah lelah
- kelemahan otot
- mual, muntah
- hipertensi dan aritmia jantung dapat terjadi; semua ini
berkaitan dengan peningkatan kadar kalsium dalam darah
- Manifestasi psikologis dapat bervariasi mulai dari
emosi yang mudah tersinggung dan neurosis hingga keadaan psikosis yang
disebabkan oleh efek langsung kalsium pada otak serta sistem syaraf.
Peningkatan kadar kalsium akan menurunkan potensial eksitasi jaringan
syaraf dan otot.
- Gejala muskuloskeletal yang menyertai hiperparatiroid
dapat terjadi akibat demineralisasi tulang atau tumor tulang, yang muncul
berupa sel – sel raksasa benigna akibat pertumbuhan osteoklas yang
berlebihan. Pasien dapat mengalami nyeri skeletal dan nyeri tekan,
khususnya di daerah punggung dan persendian; nyeri ketika menyangga tubuh;
fraktur patologik; deformitas; dan pemendekan badan. Kehilangan tulang
yang berkaitan dengan hiperparatiroid merupakan faktor resiko terjadinya
fraktur.
- Insidens ulukus peptikum dan pankeatis meningkat pada
hiperparatiroid dan dapat menyebabkan terjadinya gejala gastrointestinal.
F.
Patofisiologi
1. Hiperparatiroidisme
Primer
Hiperparatiroidisme
primer terjadi akibat meningkatnya sekresi PTH, biasanya adanya suatu edema
paratiroid. Normalnya kadar kalsium yang rendah menstimulasi sekresi PTH,
sedangkan kadar kalsium yang tinggi menghambat sekresi PTH. PPPada
hiperparatiroidisme proimer ,PTH tidak tertekan dengan meningkatnya kadar
kalsium (terjadi disfungsi system umpan balik negatif), hal ini menimbulkan
keadaan hiperkalsemia. Dalam beberapa hal peningkatan kalsium serum merupakan
satu-satunya tanda disfungsi paratiroid dan terdektesi dengan pemeriksaan
rutin. Gejala kelemahan yang ringan dan mudah mengalami kelelahan timbul. Pada
beberapa pasien efek hiperkalsemia yang berat (pada penyakit ginjal atau
tulang) dapat pula menjadi bukti.
Hampir
semua gejala yang timbul akibat adanya hiperkalsemia, namun vomitus dan
anoreksia mengawali hipokalsemia. Akibat peningkatan kalsium pada otot
menimbulkan hipotonusitas otot-otot kerangka, refleks tendon dan otot-otot
gastrointestinal. Melemahnya otot dan timbulnya kelemahan sering dijumpai. Perubahan
mental bermacam-macam mulai dari kebingungan pai depresi atau psikosis.
Peningkatan gejala yang relatif masih kecil dapat merupakan penyebab utama
perubahan mental, khususnya pada orang tua.
Jika kadar
kalsium serum meningkat antara 16 sampai 18 mg/dl. Krisis hiperkalsemia akut
terjadi. Muntah-muntah dengan hebat menyebabkan dehidrasi dan ketidakseimbangan
elektrolit. Demam, perubahan mental yang berat atau koma dapat timbul, berakhir
dengan suatu kematian jika penyakitnya tidak diatasi.Hiperplasia dan produksi
PTH yang berlebihan mungkin cukup untuk mempertsahnakan kadar kalsium yang
normal, namun hal ini dapat membahayakan integritas tulang. Berbagai macam lesi
tulang dapat timbul, nyeri tulang hebat, dan fragilitas tulang menjadi
predisposisi terjadinya trauma pada pasien. Berbeda dengan hiperparatiroid
gagal ginjal ditandai dengan adanya hiperfosfatemia.
2. Hiperparatiroidisme
Sekunder
Hiperparatiroidisme
sekunder timbul karena suatu keadaan hipokalsemia kronik, seperti pada gagal
ginjal. Hiperplasia kelenjar paratiroid terjadi dengan meningkatnya
PTH. Pada beberapa pasien dengan keadaan ini, kelenjar paratiroid memiliki
sifat otonom dan kehilangan sifat responsivitasnya terhadap kadar kalsium serum
(hiperparatiroidisme tersier).
Hiperparatiroidisme
menyebabkan hiperkalsemia dan hipofosfatemia. Terdapat penigkatan ekskresi baik
kalsium maupun fosfat urin dengan efek sebagai berikut :
a) Ketidakmampuan
ginjal untuk memekatkan urin.
b) Poliuria
c) Peningkatan
risiko terjadinya batu ginjal dengan akibat selanjutnya berupa obstruksi
saluran kencing maupun infeksi.
d) Kalsifikasi tubulis renalis.
e) Kehilangan
kalsium dari jaringan tulang mengawali demineralisasi tulang, fraktur
patologis, atau penyakit kista tulang yang menyebabkan nyeri tulang.
3. Hiperparatiroidisme
Tertier
Hiperparatiroidisme
tersier paling umum diamati pada pasien penderita hiperparatiroidisme sekunder
yang kronis dan yang telah menjalani cangkok ginjal. Kelenjar hipertrophied
paratiroid gagal kembali menjadi normal dan terus mengeluarkan hormon
paratiroid berlebih, meskipun kadar cairan kalsium masih dalam level normal
atau bahkan berada diatas normal. Pada kasus ini, kelenjar hipertropid menjadi
autonomi dan menyebabkan hiperkalsemia, bahkan setelah penekanan kadar kalsium
dan terapi kalsitriol. Penyakit tipe ketiga ini sangat berbahaya karena kadar
phosfat sering naik.
Secara
umum, adapun pofisiologi dari hipertiroidisme, yaitu:
Sekitar
6-10 % kasus berawal dari adenoma pada lobus inferior kelenjar paratiroid.
Adenoma paratiroid bisa terdapat di thymus, tiroid, pericardium, esophagus
bagian belakang. Adenoma biasa beratnya 0,5-5 gram tapi bisa juga beratnya
10-20 gram. Chief cells sering dominan pada hiperplasia atau adenoma. Adenoma
kadang-kadang encapsulated berbentuk lingkaran dengan jaringan sekitar. Dengan
hiperplasia chief cell, pembesaran bisa asimetrik yang terlihat sangat nyata.
Karsinoma paratiroid biasanya karakternya tidak agresif.
Daya hidup
jangka panjang tanpa rekurens jika operasi yang dilakukan dalam mengangkat
kelenjar tanpa menimbulkan rupture dari kapsul. Karsinoma paratiroid yang
rekuren biasanya tumbuhnya lambat dengan penyebarannya ke leher, dan operasi
untuk koreksi ulang mungkin dapat dilakukan. Karsinoma paratiroid akan lebih
agresif jika ada metastasis (ke paru, hepar, dan tulang) ditemukan pada saat
permulaan operasi. Jika kadar kalsium antara 3,5-3,7 mmol / L (14-15 mg / dL)
merupakan tanda awal adanya karsinoma dan tindakan yang harus dilakukan adalah
mengangkat kelenjar yang abnormal dengan perhatian akan rupturnya capsul.
Pada
hiperparatiroidisme, kelebihan jumlah sekresi PTH
menyebabkan hiperkalsemia yang langsung bisa menimbulkan efek pada reseptor di
tulang, traktus intestinal, dan ginjal. Secara fisiologis sekresi PTH dihambat
dengan tingginya ion kalsium serum. Mekanisme ini tidak aktif pada keadaan
adenoma, atau hiperplasia kelenjar, dimana hipersekresi PTH berlangsung
bersamaan dengan hiperkalsemia.
Resorpsi
kalsium dari tulang dan peningkatan absorpsi dari usus merupakan efek langsung
dari peningkatan PTH. Dalam non hiperparatiroid hiperkalsemia, tidak ada
kompensasi ginjal dan traktus intestinal pada kalsium yang normal. Mekanisme
ini tidak berlaku pada saat peningkatan PTH bersamaan dengan hiperkalsemia.
Pada saat kadar kalsium serum mendekati 12 mg/dL, tubular ginjal mereabsorpsi
kalsium secara berlebihan sehingga terjadi keadaan hiperkalsiuria. Hal ini
dapat meningkatkan insidens nefrolithiasis, yang dapat menimbulkan penurunan
kreanini klearens dan gagal ginjal. Peningkatan kadar kalsium ekstraselular
dapat mengendap pada jaringan halus. Rasa sakit timbul akibat kalsifikasi
berbentuk nodul pada kulit, jaringan subkutis, tendon (kalsifikasi tendonitis),
dan kartilago (khondrokalsinosis).
Vitamin D
memainkan peranan penting dalam metabolisme kalsium sebab dibutuhkan oleh PTH
untuk bekerja di target organ. Kadar vitamin D dalam tubuh dapat berkurang pada
keadaan hiperparatiroid, yang mungkin mengurangi kadar kalsium dalam sirkulasi.
Metabolisme vitamin D dapat menjadi gangguan pada gagal ginjal kronik, yang
menghambat absorpsi kalsium dari traktus gastrointestinal. Penipisan kadar
kalsium yang progressive dari tulang oleh PTH dan penurunan absorpsi
gastrointestinal dari usus mengarah ke osteomalasia dan osteitis fibrosa
cystica tahap lanjut ( sangat jarang dijumpai sekarang). Peranan fosfat serum
juga sangt penting. Reabsorpsi tubular ginjal untuk fosfat berkurang karena
PTH, awal untuk hiperfosfaturia dan penurunan kadar fosfat serum.
Hipofosfatemia sebenarnya dapat memperburuk hiperkalsemia dengan meningkatkan
sekresi bentuk aktif vitamin D di ginjal.
G.
Komplikasi
Krisis hiperkalsemia akut dapat terjadi pada
hiperparatiroidisme. Keadaan ini terjadi pada kenaikan kadar kalsium serum yang
ekstrim. Kadar yang melebihi 15 mg/dl (3,7 mmol/L) akan mengakibatkan gejala
neurologi, kardiovaskuler dan ginjal yang dapat membawa kematian.
Pembentukan batu pada salah satu atau kedua ginjal yang
berkaitan dengan peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor merupakan salah satu komplikasi
hiperparatiroidisme yang penting dan terjadi pada 55% penderita
hiperparatiroidisme primer. Kerusakan ginjal terjadi akibat
presipitasi kalsium fosfat dalam pelvis dan ginjal parenkim yang
mengakibatkan batu ginjal (renal calculi), obstruksi, pielonefritis
serta gagal ginjal.
H.
Penatalaksanaan
- Kausal: Tindakan bedah,
ekstirpasi tumor.
- Simptomatis: Hiperkalsemia ringan (12 mgr % atau 3 mmol
/ L) dan Hidrasi dengan infuse
- Sodium chloride per os
- Dosis-dosis kecil diuretika (furosemide) Hiperkalsemia berat
(> 15 mgr % atau 3,75 mmol / L):
- Koreksi (rehidrasi) cepat per infuse
- Forced diuresis dengan furosemide
- Plicamycin (mitramcin) 25 ug / kg BB sebagai bolus atau
infus perlahn-lahan (1-2 kali seminggu)
- Fosfat secara intravena (kalau ada indikasi)
- Dialysis peritoneal, kalau ada insufisiensi ginjal.
I.
Pengobatan/
Penyembuhan
1. Primary hiperparathyroidism (hiperparatiroidisme primer)
Operasi
pengangkatan kelenjar yang semakain membesar adalah penyembuhan utama untuk 95%
penderita hiperparatiroidisme. Apabila operasi tidak memungkinkan atau tidak
diperlukan, berikut ini tindakan yang dapat dilakukan untuk menurunkan kadar
kalsium:
a.
Memaksakan cairan
b.
Pembatasan memakan kalsium
c.
Mendorong natrium dan kalsium diekskresikan melalui urin dengan menggunakan
larutan garam normal, pemberiaqn Lasix, atau Edrecin.
d.
Pemberian obat natrium, kalium fosfat, kalsitonin, Mihracin atau bifosfonat.
e. Obati
hiperkalsemia dengan cairan, kortikosteroid atau mithramycin)
f. Operasi
paratiroidektomi
g. Obati penyakit
ginjal yang mendasarinya.
2. Secondary hyperparathyroidisme (hiperparatiroidisme sekunder)
Tidak
seperti hiperparatiroidisme, manajemen medis adalah hal yang utama untuk
perawatan hiperparatiroidisme sekunder. Penyembuhan dengan calcitriol dan
kalsium dapat mencegah atau meminimalisir hiperparatiroidisme sekunder. Kontrol
kadar cairan fosfat dengan diet rendah fosfat juga penting.Pasien yang
mengalami predialysis renal failure, biasanya mengalami peningkatan kadar
hormon paratiroid. Penekanan sekresi hormon paratiroid dengan low-dose
calcitriol mungkin dapat mencegah hiperplasia kelenjar paratiroid dan
hiperparatiroidisme sekunder.
Pasien
yang mengalami dialysis-dependent chronic failure membutuhkan calcitriol,
suplemen kalsium, fosfat bebas aluminium, dan cinacalcet (sensipar) untuk
memelihara level cairan kalsium dan fosfat. Karena pasien dialysis relatif
rentan terhadap hormon paratiroid.Pasien yang mengalami nyilu tulang atau patah
tulang, pruritus, dan calciphylaxis perlu perawatan dengan jalan operasi.
Kegagalan pada terapi medis untuk mengontrol hiperparatiroidisme juga
mengindikasikan untuk menjalani operasi. Umumnya, jika level hormon paratiroid
lebih tinggi dari 400-500 pg/mL setelah pengoreksian kadar kalsium dan level
fosfor dan tebukti adanya kelainan pada tulang, pengangkatan kelenjar
paratiroid sebaiknya dipertimbangkan.
3. Hyperparathyroidism tersier (hiperparatiroidisme tersier)
Pengobatan
penyakit hiperparatiroidisme tersier adalah dengan cara pengangkatan total
kelenjar paratiroid disertai pencangkokan atau pengangkatan sebagian kelenjar
paratiroid.
J.
Pencegahan
- Minum banyak cairan, khususnya
air putih. Meminum banyak cairan dapat mencegah pembentukan batu ginjal.
- Latihan. Ini salah satu cara terbaik untuk membentuk
tulang kekuatan dan memperlambat kerusakan tulang.
- Penuhi kebutuhan vitamin D. sebelum berusia 50 tahun,
rekomendasi minimal vitamin D yang harus dipenuhi setiap hari adalah 200
International Units (IU). Setelah berusisa lebih dari 50 tahun, asupan
vitamin D harus lebih tinggi sekitar 400-800 IU perhari.
- Jangan merokok. Merokok dapat meningkatkan pengrapuhan
tulang seiring meningkatnya masalah kesehatan, termasuk kanker.
- Waspada terhadap kondisi yang dapat meningkatkan kadar
kalsium. Kondisi tertentu seperti penykit gastrointestinal dapat
menyebabkan kadar kalsium dalam darah meningkat
K.
Prognosis
Pengobatan hiperparatiroidisme sekunder pada kebanyakan
pasien berhasil. Pasien yang menjalani pengangkatan kelenjar paratiroid
mempunyai kira-kira 10% resiko kumatnya penyakit. Hal ini mungkin berkaitan
dengan fungsi yang berlebihan atau hilangya kelenjar dileher atau hiperplasia.
Adakalanya pasien yang telah menjalani operasi tetap mengalami
hiperparatiroidisme, jika jaringan telah dicangkkok, adakalanya pencagkokan dapat
membalikkan hipoparatiroidisme
BAB III
ASKEP HIPERPARATIROID
A.
Pengkajian
1.
Identitas
klien
Identitas
pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan,
pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan
penanggung biaya.
2.
Riwayat Sakit dan Kesehatan
a.
Keluhan Utama
Sakit kepala, kelemahan, lethargi
dan kelelahan otot. Gangguan pencernaan seperti mual, muntah, anoreksia,
obstipasi, dan nyeri lambung yang akan disertai penurunan berat badan. Nyeri
tulang dan sendi
b.
Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya klien mengeluhkan sakit
kepala, badan terasa lemah dan lelah. Klien mengeluhkan terasa mual dan muntah,
anoreksia, nyeri pada lambung, tulang dan sendi dan disertai dengan penurunan
berat bada
c.
Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengatakan tidak pernah
menderita penyakit yang sama sebelumnya, klien hanya menderita demam dan sakit
kepala biasa.
d.
Riwayat penyakit keluarga
Klien mengatakan tidak ada anggota
keluarga menderita penyakit yang sama sebelumnya.
3.
Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
a. Breath
(B1):
Gejala: nafas pendek, dispnea
nocturnal paroksimal, batuk dengan / tanpa sputum kental dan banyak.
Tanda: takipnea, dispnea,
peningkatan frekensi/kedalaman (pernafasan Kussmaul)
b. Blood
(B2)
Gejala: Riwayat hipertensi lama atau
berat, palpitasi,
Tanda: hipertensi (nadi kuat, edema
jaringan, pitting pada kaki, telapak tangan), disritmia jantung, pucat,
kecenderungan perdarahan.
c. Brain
(B3)
Gejala: penurunan daya ingat, depresi,
gangguan tidur, koma.,
Tanda: gangguan status mental,
penurunan tingkat kesadaran, ketidak mampuan konsentrasi, emosional tidak
stabil
d. Bladder
(B4)
Gejala: penurunan frekuensi urine,
obstruksi traktus urinarius, gagal fungsi ginjal (gagal tahap lanjut), abdomen
kembung,diare, atau konstipasi.
Tanda: perubahan warna urine,
oliguria, hiperkalsemia, Batu ginjal biasanya terdiri dari kalsium oksalat atau
kalsium fosfat
e. Bowel
(B5)
Gejala: anoreksia, mual, muntah,
penurunan berat badan.
Tanda: distensi abdomen, perubahan
turgor kulit, kelainan lambung dan pankreas(tahap akhir), Ulkus peptikum
f. Bone
(B6)
Gejala: kelelahan ekstremitaas,
kelemahan, malaise.
Tanda: penurunan rentang gerak,
kehilangan tonus otot, kelemahan otot, atrofi otot
g. Integritas
ego
Gejala: faktor stress (finansial,
hubungan)
Tanda: menolak, ansietas, takut,
marah, mudah tersinggung, perubahan kepribadiann.
B.
Diagnosa
Keperwatan
1. Nyeri akut b/d agen cedera
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
terganggunya fungsi gastrointestinal
3.
Perubahan pola eliminasi urin berhubungan
dengan terbentuknya batu ginjal
C.
Intervensi
Keperwatan
No
|
Diagnose
|
NOC
|
NIC
|
1.
|
Nyeri akut
|
v Pain level
v Pain control
v Comfort level
Kriteria hasil
·
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan teknik nin farmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
·
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan
menggunakan manajemen nyeri
·
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas,
frekuensi dan tanda nyeri)
·
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
|
Pain management
·
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan factor
presipitasi
·
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
·
Gunakan teknik komunikasi teraupetik untuk
mengetahui pengalaman nyeri pasien
·
Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
·
Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
·
Kurangi factor presipitasi nyeri
·
Pilih dan lakukan penanganan nyeri
·
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi
·
Ajarkan tentang teknik non farmakologi
·
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
·
Evaluasi keefektifan control nyeri
·
Tingkatkan istirahat
·
Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tdak berhasil
|
2.
|
Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
|
v Nutritional status
v Nutritional status: food and fluid
v Intake
v Nutritional status: nutrient intake
v Weight control
Kriteria hasil
·
Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
·
Berat badan ideal sesuai dengan berat badan
·
Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
·
Tidk ada tanda malnutrisi
·
Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari
menelan
·
Tidak terjadi penurunan berat bdan yang berarti
|
Nutrition management
·
Kaji adanya alergi makanan
·
Kolaborsi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
·
Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
·
Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan
vitamin c
·
Berikan makanan yang terpilih
·
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
·
Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
·
Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan
|
3.
|
|
|
|
D.
Implementasi
Implementasi yang dilakukan atau
dikerjakan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat.
E.
Evaluasi
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan tekhnik non farmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan )
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan manajemen
nyeri
3. Mampu mengenal nyeri ( skala, intensitas,
frekuensi dan tanda nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
5. Berat badan
klien normal atau meningkat
6. Klien dapat
menghabiskan makanan sesuai yang telah dijadwalkan oleh ahli gizi dan dokter
7. Haluaran urin
normal
8. Pengeluaran
urin teratur
DAFTAR PUSTAKA
Henderson,
M.A.1997.Ilmu Bedah untuk Perawat.Terjemahan dari Essential Surgery for
Nurses.Penerjemah: Dr. Andry Hartono.Editor:Dr. Sutantri.Jakarta: Yayasan
Esentia Medica
Seane,
Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.
Sjamsuhidayat,
R., dkk. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC
Smeltzer, S.C. dan B.G. Bare. 2002. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah Vol.1. E/8. Agung Waluyo, I Made Karyasa,
Julia, H.Y. Kuncara, dan Yasmin Asih, penerjemah. Jakarta: EGC. Terjemahan
dari: Textbook of Medical Surgical Nursing. Vol.1. E/8
Tidak ada komentar:
Posting Komentar